Thursday, July 3, 2008















'Anak Berambut Gimbal Bukan Gaya Rambut'


Di dunia kontemporer, rambut gimbal bias dianggap tren mode. Gaya rambut pilin ini dapat dibentuk di salon dalam waktu relatif singkat. Biayanya pun cukup mahal. Tak jarang pula yang menilai rambut gimbal sebagai ungkapan rasa seni pemiliknya. Tapi, rambut gimbal bukan merupakan tren mode bagi masyarakat di Dieng, Jawa Tengah. Rambut gimbal dikawasan itu memiliki arti istimewa.Dataran tinggi Dieng memiliki keunikan, yakni sebagian warganya berambut gimbal. Kebanyakan pemilik rambut gimbal itu adalah anak-anak. Mereka tidak pergi ke salaun untuk membuat rambutnya gimbal. Anak-anak ini berambut gimbal secara alami.

TITISAN
Anak berambut gimbal di Dieng sering di sebut “anak gember” atau “anak bajang”. Konon, anak berambut gimbal merupakan titisan seorang tokoh yang sakti mandraguna. Kyai kaladate namanya. Tak heran bila anak berambut gimbal dipercaya memiliki “kelebihan” disbanding anak sebayanya yang berambut normal.

Dahulu, menurut cerita, Kyai Kaladate pernah menjadi kebayan di desa Kalibeber, Kecamatan Mojo Tengah, di Dataran tinggi Dieng. Kyai ini memiliki rambt gimbal sejak lahir hingga ia wafat. Saat menjelang ajal, ia menitipkan kepada anak cucunya agar mewarisi rambut gimbalnya itu.

Versi lainnya berkembang di daerah Wadas Lintang. Berdasarkan cerita ini, Nyi Roro kidul sangat terganggu dengan adanya rambut manusia yang rontok karena disisir, dan lalu dihanyutkan ke laut selatan. Nyi Roro Kidul memerintahkan abdinya untuk membersihkan dan memungut rambut-rambut itu dari laut. Rambut-rambut itu lalu dititipkan pada anak-anak di daerah pegunungan Dieng. Rambut ini akan diambil kembali jika orang tua si anak memennuhi permintaan Nyi Roro Kidul yang diucpkan melalui anak gembel.

SAKIT
Rambut gimbal pada anak tidak muncul sejak lahir, melainkan setelah anak berumur 40 hari ke atas. Tidak mudah untuk memiliki rambut gimbal. Si anak harus sakit terlebih dahulu sebelum gimbalnya tumbuh. Ugh…

“Badan saya panas selama tiga hari sebelum rambut saya berumah menjadi gimbal. “imbuh Vika Barorotul Risalati (7 tahun), seorang anak berambut gimbal.

Sebenarnya, tidak semua masyarakat Dieng yang berambut gimbal adalah anak-anak. Kinah (50) bias menjadi contoh. Rambut Kinah menjadi gimbal tatkala ia sudah menginjak usia kepala empat. Nasiyah, adik Kinah, bercerita perubahan rambut Kinah diawali ketika rencana pernikahan kakanya batal.

“Entah kenapa, sejak itu rambut kakak saya menjadi giimbal,” lanjut warga Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Wonosobo ini.

Sejumlah anggota masyarakat telah berusaha untuk mencegah anak atau anggota keluargganya berambut gimbal. Misalnya dengan mencuci rambut gimbal tiap hari dengan sampo atau merang yang dibakar, mencukur rambut sedini mungkin, dan sebagainya. Tapi, usaha ini seringkali tidak berhasil.

Cara yang efektif untuk menghentikan pertumbuhan rambut gimbal adalah melalui ruwatan. Tapi, ini ada syaratnya. Si pemilik rambut gimbal harus bersedia dipotong rambutnya. Selain itu, pemilik rambut gimbal juga mengajukan permintaan sesuatu kepada keluarganya. Permintaan ini harus terpenuhi. Jika tidak, meskipun rambut gimbal telah dipotong, maka selanjutnya rambut-rambut itu akan tumbuh kembali.

Rambut gimbal di Dieng bukan merupakan budaya kagetan. Masyarakat Dieng tidak latah mengikuti gaya rambut yang lazim disebut dreadlocks ini. Alhasil, adapt memelihara rambut gimbal di Dieng merupakan ungkapan spiritualitas tradisional.

No comments: